Minggu, 30 Maret 2008

Kenaikan Suku Bunga Global dan Implikasinya Terhadap Perekonomian Global dan Indonesia

KENAIKAN SUKU BUNGA GLOBAL DAN IMPLIKASINYA TERHADAP

PEREKONOMIAN GLOBAL DAN INDONESIA

Oleh : Nurhemi

PEKKI Tahun 2006.2


Pada 29 Juni 2006, Federal Reserve akhirnya menaikkan suku bunga sebanyak 25 bps sehingga menjadi 5,25%, kenaikan ini merupakan ke 17 kalinya secara berturut-turut sejak Juni 2004. Kecenderungan peningkatan suku bunga tampaknya tidak hanya dilakukan oleh Federal Reserve saja, European Central Bank (ECB) dan Bank of Japan (BOJ) melakukan pengetatan moneter dengan meningkatkan suku bunga masing-masing 2,75% dan 0,25%. Apa yang dapat ditangkap oleh pasar dengan trend kenaikan suku bunga ini? Sebagian kalangan menterjemahkan keadaan ini sebagai adanya ketidakpastian tentang kebijakan apakah kenaikan suku bunga akan berhenti sampai disini atau akan terus berlanjut. Jika demikian apa implikasi terhadap perekonomian global dan khususnya perekonomian Indonesia serta bagaimana usaha untuk meminimalkan efek kenaikkan suku bunga global tersebut.

PENGARUH SUKU BUNGA

Suku bunga merupakan salah satu tools yang digunakan oleh bank sentral dalam melakukan kebijakan moneternya, misalnya Federal Reserve melakukan control suku bunga jangka pendeknya secara langsung dengan cara mengumumkan Fed Fund Rate. Suku bunga jangka pendek ini biasanya menjadi acuan bagi pergerakan suku bunga jangka panjang meski banyak faktor lainnya yang mempengaruhinya antara lain[1];

1. Sisi supply ;

Dalam kebijakan moneter suku bunga digunakan untuk menentukan berapa banyak supply uang yang akan diinjeksi kedalam perekonomian. Peningkatan supply surat berharga jangka pendek oleh bank sentral merupakan tindakan penyerapan uang yang beredar yang menyebabkan suku bunga jangka pendek meningkat.

Untuk membiayai kebijakan fiskal yang deficit suatu negara akan memperoleh uang dengan cara menerbitkan obligasi. Makin lebar difisit, makin banyak obligasi yang diterbitkan. Untuk menarik minat lender maka suku bunga harus dinaikkan dan hal ini menyebabkan tekanan peningkatan suku bunga jangka panjang atau obligasi.

2. Sisi demand ;

Adanya ekspektasi terhadap inflasi menjadi kunci utama dalam pergerakan suku bunga. Jika peminjam mengharapkan real return, kemudian ekspektasi terhadap inflasi meningkat maka nominal interest rate akan naik (nominal yield=riel yield + inflation), hal ini sebagaimana dapat dilihat pada grafik 1. Kenaikan suku bunga Fed Fund cenderung membuat Yield Curve menjadi datar karena Yield Curve menggambarkan nominal interest rate: higher nominal =higher real interest rate + lower inflation.

Fundamental Ekonomi

Faktor lain yang ikut berpengaruh terhadap perubahan suku bunga adalah fundamental ekonomi suatu negara mengingat permintaan terhadap obligasi suatu negara sangat tergantung dari pertumbuhan ekonominya, apakah mata uangnya kompetitif serta terdapat kesempatan untuk melakukan lindung nilai ( hedging).

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PENINGKATAN SUKU BUNGA AS

• Expected Inflation

Sejak Juni 2004 setiap pertemuan Federal Open Market Committee (FMOC) berakhir dengan naiknya Fed Fund Rate, bahkan pertemuan bulan Agustus mendatang dipercaya suku bunga ini kembali akan naik. Sebenarnya faktor-faktor apa saja yang menyebabkan Fed Res mengambil keputusan meningkatkan suku bunganya?

Sebagaimana teori yang dikemukakan terdahulu bahwa suku bunga dapat dipengaruhi baik dari sisi supply maupun demand. Kenaikan suku bunga merupakan respon terhadap ekspektasi kenaikan inflasi yang dipicu oleh kenaikan harga minyak dunia yang lebih dari 70 dollar AS per barel dan disebabkan berkurangnya supply minyak terutama dari beberapa negara utama seperti Nigeria, Venezuela serta akibat meningkatnya permasalahan geo politik negara-negara pen- supply di Timur Tengah. Selain itu harga komoditas seperti emas, dan cooper turut andil dalam mendorong kenaikan harga komoditas lainnya.

Bahwa ekspektasi inflasi mendekati kenyataan hampir dapat dipastikan. Berdasarkan survei yang dilakukan bulan April 2006, ekspektasi inflasi AS untuk 5 - 10 tahun diperkirakan mencapai 3,1%, lebih tinggi dari rata-rata inflasi tahun 2005 yang mencapai 2,9%. Hal ini juga diisyaratkan dengan kenaikan harga indexed ten-year Treasury bonds naik 20 bps menjadi 2,7% pada beberapa minggu lalu. Efek kenaikan harga minyak saat ini sangat terasa bagi masyarakat AS. Pasar tenaga kerja sangat ketat dan perusahaan-perusahaan beroperasi lebih intensif. Hal ini terlihat dari index capacity-utilisation yang mencapai 81,3%(terketat sejak tahun 2000) dan tingkat pengangguran mencapai 4,7%.

• Global saving glut

Permasalahan lain yang dituding sebagai pemicu ketatnya perekonomian AS saat ini adalah ‘global saving glut[2] yang menyebabkan meningkatnya twin deficit AS (current account deficit/CA dan budget deficit). Defisit neraca berjalan AS saat ini mencapai di atas 800 milyar dollar AS atau lebih dari 5,75% dari total Produk Domestik Bruto-nya (PDB), sementara itu pada tahun 1996 defisit ini baru mencapai 120 milyar dollar AS atau setara 1,5% dari total PDB-nya.

Ketidakseimbangan neraca perdagangan AS, tidak hanya dijelaskan dari faktor-faktor yang terkait langsung dengan perdagangan melainkan juga dilihat dari faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti pendapatan, harga aset, suku bunga dan nilai tukar. Untuk itu, melihat hubungan perdagangan dilihat dari aliran keuangan internasional terutama dari aspek tabungan dan investasi menjadi penting.

Perekonomian semaju dan terbesar didunia seperti AS dengan pasar modal yang sangat maju, secara teoritis seharusnya menjadi lender dimana aliran modal dari negara maju yang kaya akan capital abundant ini mengalir menuju negara-negara yang less capital ke negara-negara berkembang. Namun kenyataan yang dialami AS saat ini kurangnya akumulasi tabungan untuk membiayai investasi domestik, sehingga saat ini AS menjadi borrower. Besarnya defisit CA ini sama dengan selisih antara investasi dengan tabungan. Apa sebenarnya yang menjadi penyebab penurunan tabungan tersebut?

1. Global saving glut, disebabkan tingginya motif menabung negara-negara kaya yang berpopulasi penduduk menua seperti di Jepang dan sebagian negara-negara di Eropa yang bersiap menghadapi kenaikan jumlah pekerja yang akan pensiun. Sementara itu tingginya rasio modal terhadap pekerja menyebabkan negara-negara maju tersebut mengalami kekurangan kesempatan berinvestasi didalam negeri sementara itu neraca berjalan negara-negara ini mengalami surplus sehingga mengarahkan investasinya ke luar terutama ke AS.

2. Rangkaian krisis keuangan yang terjadi pada negaranegara berkembang telah membuat negara-negara tersebut melakukan strategi dalam mengelola aliran keuangan internasionalnya dari borrower menjadi lender melalui akumulasi cadangan devisa yang begitu besar. Akumulasi ini diperoleh dari surplus neraca berjalan dan dengan menerbitkan utang domestik lalu proceed-nya digunakan untuk membeli US Treasury dan aset lainnya, mengingat AS dianggap negara yang tidak beresiko, dengan demikian negara-negara berkembang telah menjadi net lender kepada AS.

Membanjirnya dana-dana yang ditujukan ke AS ini telah mendorong equities dan stock market AS dan mendongkrak harga-harga perumahan di AS meningkat, yang berujung pada meningkatnya pendapatan masyarakat AS. Pendapatan yang meningkat ini mendorong masyarakat untuk meningkatkan konsumsinya sehingga kecenderungan untuk menabung menjadi turun.

IMPLIKASI KENAIKAN SUKU BUNGA GLOBAL

Ekonomi global, dan AS

Meningkatnya suku bunga AS bahkan secara global seperti yang dilakukan juga oleh ECB dan BOJ dipastikan akan menurunkan pertumbuhan ekonomi dunia. Dari skenario yang terburuk diperkirakan ekonomi global akan mengalami depresi sebagaimana terjadi pada tahun 1930-an, karena selain ancaman inflasi karena meningkatnya harga minyak, global imbalance yang tak kunjung terselesaikan akan menyebabkan beberapa negara mengalami defisit neraca berjalan dan defisit fiscal yang semakin lebar.

Kenaikan Fed Fund Rate paling nyata akan menghantam sektor perumahan AS yang selama ini menjadi motor penggerak konsumsi. Tingginya suku bunga akan menyebabkan penjualan rumah dan konstruksi menurun diperkirakan hingga 10% pada semester II/2006. Rasio debt to income masyarakat akan meningkat dan faktor ini pada akhirnya akan menyebabkan konsumsi turun menjadi sekitar 2%-2.5% dan mengingat konsumsi AS mencapai 70% dari PDB maka hal ini mengindikasikan bahwa pertumbuhan PDB AS akan turun menjadi 2%-2,5%.

Defisit neraca berjalan AS akan memburuk tahun 2006, mencapai lebih dari 900 milyar dollar AS karena memburuknya kinerja ekspor AS dan global current account imbalance akan semakin melebar. Besarnya pinjaman AS (large debtor) terhadap dunia akan menambah berat beban budget defisit karena beban pembayaran bunga khususnya setelah kenaikkan suku bunganya. Budget deficit AS saat ini telah mencapai lebih dari 5% terhadap PDB-nya.

ECB dan BOJ akan mulai melakukan kebijakan moneter yang ketat dan kondisi likuiditas global akan mulai berbalik arah (reversal). Kondisi likuiditas global yang likuid sudah terlalu lama dan peningkatan kepemilikan aset-aset Fed yang telah meningkatkan sektor perumahan dan juga harga aset yang beresiko meningkat sementara itu saat ini spread terlalu rendah. ECB telah memulai pengetatannya dan akan terus berlanjut. Sementara itu ketatnya kebijakan moneter di Jepang mengancam «carry trades» oleh spekulator yang meminjam dalam Yen dan menggunakan proceed-nya untuk membeli aset-aset yang memiliki return yang tinggi.

KELESUAN EKONOMI AMERIKA AKAN MENURUNKAN PERTUMBUHAN ASIA?

Kenaikan suku bunga Fed Res saat ini akan mengancam pertumbuhan ekonomi di Asia. Negaranegara seperti Singapura, Korea Selatan, Indonesia dan China disinyalir sebagai negara yang akan terkena dampak terparah dari kenaikan suku bunga Fedres tersebut. Benarkah demikian, atau apakah sedemikian mudahnya perekonomian Asia terpengaruh?

Dengan kenaikan Fed Fund Rate saat ini, tahun 2007 pertumbuhan ekonomi Asia diprediksi akan berkurang setengahnya.[3] Kenaikan suku bunga oleh Fed Res sedikitnya mempunyai 2 implikasi terhadap perekonomian Asia:

Pertama, jika permintaan Amerika berkurang akibat naiknya suku bunga, akan berimbas pula pada ekspor dari Asia. Sementara itu disisi lain ekspor merupakan mesin pertumbuhan ekonomi Asia yang terbesar. Negara dengan defisit neraca berjalan dan deficit fiskal akan sangat terpengruh akibat kenaikan suku bunga AS ini.

Kedua, jika pasar keuangan dunia juga terkena, likuiditas keuangan duniapun akan berimbas. Hal ini berarti dana murah yang berasal dari Jepang misalnya, dan negara-negara lain, akan berbalik arah (reversal) - kembali ke negara asal. Hal ini berarti investasi ke negaranegara Asia terutama sekali negara-negara yang disebut high risk seperti Indonesia, Filipina dan India, akan terimbas agak signifikan. Implikasi ini memiliki resiko tinggi dalam jangka pendek.

Efek negatif dari kenaikan suku bunga ini akan sedrastis seperti yang telah disebutkan di atas dan makin mendekati kenyataan, mengingat kenaikan harga minyak, kenaikan upah buruh, harga perumahan atau properti di AS. Namun demikian, kenaikan suku bunga AS tidak secara serta merta langsung mempengaruhi perekonomian di Asia, melainkan merupakan efek berantai dari suatu kejadian. Kenaikan suku bunga akan mengurangi ekspor dari Asia, padahal ekspor adalah penggerak utama perekonomian Asia. Suku bunga AS yang tinggi, menyebabkan pinjaman untuk kredit rumah akan menjadi lebih mahal sehingga pembelian rumah akan menurun. Hal ini menyebabkan harga property turun dengan cepat dan ini menyebabkan nilai kekayaan masyarakat menurun karena murahnya harga asset mereka. Berkurangnnya kekayaan mereka menyebabkan permintaan terhadap barang-barang ekspor berkurang yang artinya akan menyebabkan turunnya ekspor dari Asia termasuk Indonesia.

Saat ini dengan kenaikan sebagian besar mata uang Negara-negara Asia Timur dan Tenggara yang sedemikian cepat, apakah ini merupakan hal yang aman? Mungkinkah ini hanya langkah sementara saja, dimana suatu waktu akan tertekan lagi oleh Dolar AS? Pada dasarnya AS lebih suka jika mata uang Asia semakin menguat, karena itu artinya Asia akan mengimpor barang dari Amerika lebih banyak, karena produk Amerika jadi lebih murah bagi negara Asia. Jika mata uang kita kuat, kita akan membeli barang dari luar negeri. Tapi yang ditakutkan adalah sebaliknya, tingkat suku bunga Amerika, melemahnya ekonomi Amerika dan juga peningkatan resiko di dunia, setiap waktu jika ada peningkatan resiko atau risk aversion, emerging market akan terpengaruh. Resiko ini yang tidak diinginkan baik oleh Amerika maupun oleh Asia.

Sementara itu bagi Indonesia, suku bunga BI rate bulan Juni pada level 12,5% masih akomodatif dan cenderung turun mengingat inflasi mengalami kecenderungan menurun bahkan diperkirakan mencapai sekitar 7,3% pada akhir tahun 2006. Penurunan ini dilakukan berhati-hati dan secara gradual dengan syarat kurs Rupiah yang tetap terjaga. Namun biasanya transmisi moneter ini berjalan agak lama hingga sampai ke bankbank untuk menurunkan suku bunga kreditnya (kurang lebih 6 bln), sementara itu perbankan sangat responsive dalam menurunkan suku bunga kreditnya. Untuk itu tampaknya perlu adanya stimulus fiskal guna menggerakan perekonomian melalui percepatan realisasi anggaran proyek-proyek.

Kenaikan suku bunga AS masih beresiko bagi Indonesia, namun meski Fed Fund rate meningkat hingga 5,5%, investasi dana di Indonesia masih menarik dengan selisih suku bunga sekitar 6,75%-7% dengan catatan tidak terjadi peningkatan resiko yang berefek reversal.

PENUTUP

Kenaikan suku bunga AS sangat berpotensi mengancam kenaikan pertumbuhan ekonomi domestiknya maupun global, terlebih dengan kenaikan harga minyak, permasalahan global imbalances dan geo politik, yang bukan tidak mungkin akan berujung pada harsh hard landing bagi perekonomian AS dan akan berimbas secara global. Ekonomi AS dalam ancaman stagflasi serius. Untuk menghindari ancaman stagflasi bahkan resesi, Fed Res hendaknya menghentikan kebijakan meningkatkan suku bunganya. Bagi Asia saat ini masih tertolong dengan menguatnya mata uang Asia; Rupiah, Dolar Singapura, Ringgit Malaysia dan mata uang Negara-negara di kawasan ini, tentunya membantu menghilangkan efek tersebut.



[1] David Harver, Investopedia, 2003 Sumber : Investopedia Lower inflation expectation

[2] Ben S. Bernanke, The Global Saving Glut and U.S. Current account Deficit, April 2005.

[3] Secara kuantitatif efek kenaikan suku bunga AS terhadap kegiatan perekonomian suatu negara dapat menggunakan The Global Economy Model (GEM) seperti yang dilakukan oleh Ivan Tchakarov and Selim Elekdag, The role of interest rates in business cycle fluctuation in emerging market countries: The case of Thailand, IMF Working Paper, WP/06/110, May 2006. Penulis berkesimpulan bahwa implikasi kebijakan yang terbaik dari opsi kebijakan moneter bagi otoritas moneter Thailand adalah menganut rejim flexible exchange rate untuk mengatasi tantangan eksternal yakni kenaikan suku bunga global.

Tidak ada komentar: